Sabtu, 23 April 2016

KELUARGA RASULULLAH SAW



Aisyah menerangkan: “Rasulullah apabila dihadapkan pada dua pilihan, pasti memilih yang paling mudah, sepanjang tidak  mengandung dosa. Bila mengandung dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauhinya. Rasulullah sama sekali tidak pernah membalas kejelekan orang lain karena masalah pribadi. Bila telah menyinggung kehormatan Allah, maka beliau pasti membalasnya, yang balasan itu dimaksudkan untuk mencari ridha Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Suatu ketika terjadi perselisihan antara Rasulullah SAW dan Aisyah, hingga perlu mendatangkan Abu Bakar untuk menjadi penengah. Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah: “Ya Aisyah, engkau yang berkata dahulu, atau aku yang mengatakan masalah kita?” Aisyah menjawab: “Katakanlah lebih dahulu, asalkan yang benar!” Lantas mulut Aisyah dipukul oleh Abu Bakar hingga berdarah, seraya berkata: “Aisyah, adakah Rasulullah pernah berkata tidak benar?” Lalu Aisyah berlindung di belakang Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Bakar: “Ya Abu Bakar, aku tidak mengundangmu untuk melakukan hal seperti itu, dan aku tidak akan membalas hal yang demikian.” (HR. Bukhari)

Aisyah menerangkan: “Aku tidak pernah melihat ahli masak melebihi Shafiyah. Suatu ketika dia memasak untuk Rasulullah, sementara beliau berada di rumahku. Aku merasa gelisah dan gemetar lantaran rasa cemburu mengganggu diriku. Lantas aku pecah piring besar wadah masakan itu, kemudian aku menyesal. Aku berkata kepada Rasulullah: ‘Ya Rasulullah, apakah sangsi terhadap perbuatanku itu?’ Jawab Rasulullah: ‘Gantilah wadah dengan wadah, makanan dengan makanan.’” (HR. Abu Dawud)

Dari Anas RA menerangkan bahwa: “Suatu ketika ada salah seorang istri Rasulullah yang menghadiahkan makanan roti di atas piring besar kepada beliau. Ketika itu Rasulullah sedang berada di rumah Aisyah, lalu tangan pelayan itu dipukul Aisyah, hingga piring itu jatuh dan pecah. Lalu Rasulullah mengambil roti yang berantakan itu, dan meletakkannya di atas pecahan piring, seraya berkata: ‘Wahai pelayan, makanlah roti ini. Ibumu kini sedang cemburu.’ Lantas pelayan itu pergi, hingga akhirnya datang kembali dengan membawa piring baru dari rumah Aisyah. Digantilah piring yang pecah dengan piring baru milik Aisyah.” (HR. Bhukari) 

Asiyah menerangkan: “Suatu ketika aku keluar bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan. Pada saat itu badanku masih kecil (ramping) sehingga belum mempunyai beban fisik yang berat. Rasulullah berkata kepada para sahabat: ‘Duluanlah kalian.’ Mereka pun kemudian berjalan lebih dahulu. Lalu Rasulullah berkata kepadaku: ‘Ya Aisyah kemarilah. Mari kita berlomba lari, tentu aku akan mengalahkanmu.’ Aku pun berlomba lari dengan Rasulullah, dan aku yang memenangkannya. Ketika badanku sudah gemuk, dalam suatu perjalanan yang lain, Rasulullah mengajakku kembali berlomba lari. Rasulullah berkata: ‘Ya Aisyah, kemarilah. Mari kita berlomba lari lagi, tentu aku akan mengalahkanmu.’ Pada waktu itu aku sudah tidak ingat lagi kalau aku pernah mengalahkan Rasulullah dalam lomba lari. Karenanya, aku berkata: ‘Ya Rasulullah, bagaimana aku dapat mengalahkanmu, sementara badanku segemuk ini?’ Kata Rasulullah: ‘Ayolah, yang penting kita berlomba lari.’ Dalam lomba lari kali ini dimenangkan Rasulullah hingga kemudian beliau tertawa, seraya berkata: ‘Ya Aisyah, ini adalah balasan dari kekalahanku tempo dulu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)


Aisyah RA pernah berkata kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah, engkau mau dengan Shafiyah yang pendek itu?” Lalu Rasulullah SAW menyahut: “Engkau telah mengucapkan kalimat yang apabila dicampur dengan air laut, niscaya akan membuatnya keruh.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi; termasuk hadist hasan shahih)

Dalam riwayat lain Aisyah menerangkan bahwa pada suatu ketika kendaraan unta milik Shafiyah sakit, sementara Zainab memiliki unta lebih dari satu. Rasulullah SAW memerintahkan kepada Zainab: “Ya Zainab, berikanlah kepada Shafiyah satu ekor unta milikmu!” Zainab menjawab: “Adakah aku harus memberikan untaku kepada keturunan Yahudi itu?” Mendengar jawaban Zainab, Rasulullah SAW marah, hingga Zainab didiamkan selama bulan Dzulhijah, Muharam, dan beberapa hari dari bulan Shafar. (HR. Abu Dawud)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar