Orang
berpandangan, bahwa faktor terpenting dalam menjaga keutuhan dam keharmonisan
sebuah rumah tangga adalah adanya sikap saling memahami, cinta dan kasih sayang
antara pasutri. Pandangan ini tidak salah. Namun sebenarnya ada faktor lain
yang sering muncul dalam kehidupan pasangan suami-istri sebagai pertengkaran
mulut, menimbulkan kegersangan, mengubah sikap dan pandangan terhadap pasangan.
Pada akhirnya mengubah bahtera rumah tangga yang sejuk menjadi lautan api.
Faktor itu tidak lain adalah tukang pengadu domba.
Hukum Mengadu Domba
Mengadu domba,
istilah yang sering digunakan untuk menimbulkan kebiasaan permusuhan antara dua
orang yang sebelumnya akrab dan bersahabat. Secara umum, perbuatan ini amat
diharamkan karena melibatkan banyak perbuatan yang diharamkan oleh Allah secara
terpisah, seperti ghibah (menggunjing), sibaab (mencaci), sukhrah (menghina),
badzaa-ah (bicara kotor) dan lain sebagainya. Karena kebiasaan yang satu ini,
biasanya dilakukan oleh orang yang kompeten sebagai provokator, dan mempunyai
modal sebagai penghasut serta memiliki berbagai karakter jelek di atas,
sehingga pas kalau dikatakan sebagai ‘tukang adu domba’.
Perbuatan ini
sudah banyak dikecam dalam Islam. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu
lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita
(mengolok-olokan) wanita lain, (karena) boleh jadi wanita (yang diperolok-olok)
itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan) dan janganlah kamu mencela
dirimu sendiri dan janganlah kamu memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) sesudah beriman dan barang siapa yang
tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al Hujurat:11) Secara tegas ayat
ini Allah mengharamkan dan menjelaskan kejelekan perbuatan yang menjadi ciri
khas si tukang adu domba yaitu mengolok-olok.
Selain itu, secara
khusus perbuatan ini juga dijelaskan larangannya dalam banyak hadist. Ini
semakin menegaskan jeleknya perbuatan yang satu ini. Rasulullah
SAW bersabda : “Tidak akan masuk
surga qattat yaitu orang yang suka mengadu domba.” (HR Al Bukhari dan
Muslim)
Arti qattat adalah
nammam, yakni orang yang menukil ucapan, lalu membumbui, mengemas dan
membuatnya sedemikian rupa, baru disebar-sebarkan di tengah masyarakat. Lihat
An-Nihayah oleh Ibnu Atsier I:II.
Rasulullah SAW
juga bersabda : “Bukanlah termasuk
golongan kami orang yang melakukan khabbab, yakni tipu daya.” Arti khabbab
adalah menipu dan merusak. Lihat An-Nihayah oleh Ibnul Atsier, II -105.
Gambaran Orang Yang Suka Mengadu Domba
Dalam operasinya
sebagai ‘tukang gaduh’, si pengadu domba memiliki banyak cara yang biasa mereka
lakukan. Diantara cara-cara tersebut yang paling sering dipertontonkan misalnya
:
Mengejek dan menjelekkan si istri dihadapan sang suami atau sebaliknya.
Misalnya mengatakan, “Eh, kamu kok mau sih, kawin sama suami yang jelek begitu.
Apa tidak ada yang lain?” Mungkin ungkapan itu dilakukan dengan bergurau.
Tetapi sering membawa hasil yang lumayan serius. Si istri atau suami mulai
membayang-bayangkan pasangannya. Secara tidak sadar ia bergumam, “Iya…ya. Suami
saya memang kelihatan jelek. Kenapa saya menikah dengan dia? Jangan-jangan saya
kena pelet!” Akhirnya si istri menjadi buruk sangka terhadap suaminya.
Hubungan bisa semakin merenggang. Belum lagi bila si istri juga merasa jatuh
gengsinya terus berdampingan dengan suami. Pasalnya suaminya juga sering
menjadi bahan ejekan orang lain. Kasus demikian lebih sering terjadi dalam
masyarakat yang mengabaikan syariat hijab.
·
Mempengaruhi pendirian sang istri. Model ini biasa dilakukan oleh kerabat atau
teman-teman dekatnya. Mereka biasanya memanas-manasi si istri untuk menuntut
sang suami memenuhi semua kebutuhannya. Tidak terbatas kebutuhan yang bersifat
primer maupun sekunder, yang tersier dan luks pun harus terpenuhi. “Kenapa kamu
tidak minta dibelikan ini dan itu?” “Sudah lama menikah, kok ruang tamunya
masih bersih. Kayak lapangan bola aja. ” Atau dengan menyebut-nyebut kekurangan
suami. Mengingatkan si istri tentang sikap jelek suaminya. Padahal selama ini
si istri sudah mampu bersabar. Tetapi karena dipanas-panasi orang lain,
akhirnya jebol juga dinding kesabarannya. “Memangnya saya nggak bisa marah?”
Mungkin begitu reaksi si istri yang sudah termakan hasutan.
·
Menebar fitnah dalam rumah tangga pasutri. Mengatakan kepada pihak istri bahwa
suaminya telah melakukan perbuatan jelek, atau sebaliknya. Racun fitnah ini
akan merusak keharmonisan di antara keduanya. Ada kalanya tuduhan itu berasal
dari orang luar tak dikenal via telepon, misalnya. Namun itupun dapat
menimbulkan konflik dan permusuhan antara suami dan istri. Yahya bin Aktsam
berkata :”Pengadu domba itu lebih jahat daripada tukang sihir. Pengadu domba
mampu melakukan suatu perbuatan dalam satu jam yang kalau dilakukan oleh
seorang dukun butuh waktu satu bulan.”
Bahaya Si Tukang Adu Domba Terhadap Keluarga
Menciptakan
kerenggangan antara dua orang yang memadu kasih dalam landasan syariat, adalah
dosa besar. Islam amat mengecam orang yang suka ikut campur dalam rumah tangga
orang lain, menghasut dan menyebarkan api pertikaian di antara mereka berdua.
Oleh sebab itu, secara khusus Rasulullah SAW bersabda : “Bukanlah termasuk golongan kami orang yang membuat
makar untuk memisahkan wanita dari suaminya.” (Riwayat Abu Dawud dalam Kitab Ath-Talaaq)
Bahkan secara
tersirat, Allah amat mengecam tukang sihir yang suka memisahkan antara
suami dengan istrinya. Allah berfirman : “Maka mereka
mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir)
tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah.”
(Al Baqarah :102)
Pada dasarnya,
memang setan juga yang mendorong seseorang untuk melakukan makar terhadap
sebuah keluarga yang sehat. Sikap iri, dengki dan sejenisnya, sering mendorong
orang untuk merusak kebahagiaan orang lain. Oleh sebab itu, baik suami maupun
istri tidak boleh seratus persen merasa aman bila banyak bergaul dengan
tetangga, dianggap orang yang supel dan banyak teman. Sifat itu memang terpuji.
Tetapi kalau tidak bisa membawa diri, sering justru memyimpan musuh dalam
selimut. Karena tidak sedikit orang yang suka menohok kawan sendiri. Dengan
dasar ini, coba sedikit berhati-hati menghadapi kebiasaan orang yang berbahaya
ini.
Jangan Pedulikan Omongan Orang
Oleh sebab itu,
suami atau istri jangan mudah terpengaruh oleh omongan diluar. Meskipun
sebagian yang mereka katakan mungkin benar, tetapi mendengarkan ucapan orang
yang terkadang berniat tidak baik, seringkali menimbulkan kebencian pada diri
kita terhadap pasangan kita. Padahal kita adalah orang yang paling mengetahui
kondisi pasangan kita sendiri.
Allah berfirman : “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak
bersumpah lagi hina..” (Al Qalam :
10)
Karena orang yang
banyak bersumpah dalam berbicara, semakin tidak memiliki harga dalam kaca mata
Islam. Allah juga berfirman : “yang banyak
mencela, yang kian kemari menghambur fitnah…” (Al Qalam :11)
Yakni yang banyak
mencela, banyak menyebarluaskan aib. Banyak menghamburkan fitnah, yakni
menyebarkan ucapan di kalangan manusia untuk merusak hubungan sesama mereka.
(Lihat Tafsir Al-Jalalain, hal -)
Suami istri
hendaknya juga selalu menyelidiki berbagai berita yang sampai dan tidak
buru-buru dalam mengambil keputusan. Allah berfirman : “Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(Al Hujurat :6)
Dengan sikap yang
benar dalam menghadapi para mengadu domba tersebut, niscaya pasangan suami
istri tidak akan goyah dalam menghadapi setiap fitnah dan hasutan. Dan yang
terpenting, jagalah ketakwaan kepada Allah. Baca kembali hukum-hukum tentang
perbuatan-perbuatan jelek yang tersebut di atas, seperti ghibah, mencaci,
mengolok-olok, merusak rumah tangga orang dan lain sebagainya. Agar kita
sendiripun tidak menjadi tukang gaduh bagi rumah tangga orang lain.
****
Sumber : Majalah Nikah Edisi
6/1/2002