Ibuku
seorang petani di desa yang suka bekerja. Di rumah ada saja yang selalu
dikerjakannya. Meski sekarang usianya sudah tua. Giginya banyak yang sudah
tanggal. Tetapi ibuku masih suka bekerja. Apalagi beberapa tahun terakhir, kalau
lagi musim tanam padi, Ibuku sibuk di sawah dari pagi hingga sore hari. Ibuku
dan ibu-ibu tetangga lainnya enam atau sembilan orang bekerja sama menanam padi
di sawah.
Aku
dan bapakku membiarkan ibuku ikut-ikutan ibu-ibu tetangga menanam padi. Apalagi
sekarang aku tahu bahwa sangat sulit mendapatkan orang yang mau menanam padi di sawah. Wanita zaman
sekarang lebih suka bekerja dan tinggal di kota. Wanita yang sudah tua lebih
suka diam dan bersantai ria.
Aku
tahu bahwa menanam padi adalah pekerjaan berat. Waktu kecil, aku juga pernah
melakukannya. Aku melakukannya bersama bapakku, ibuku dan juga saudaraku. Di lahan
kami, kami menanam padi sekeluarga. Dari pagi hingga sore hari tersengat sinar
matahari. Kulitku jadi hitam. Seluruh tubuhku juga kena lumpur. Rasanya berat dan
capek. Lama-lama sakitnya terasa di punggungku. Rasa sakit itu baru hilang
setelah berhari-hari.
Sungguh
dilema, zaman sekarang. Semakin lama orang semakin bertambah banyak. Sedangkan
lahan untuk pertanian semakin sedikit. Lahan pertanian banyak yang telah
berubah menjadi perumahan, pertokoan dan atau kawasan industri.
Aku
tidak menyalahkan pemerintah atau siapapun. Pertanian, perumahan, pertokoan,
kawasan industri dan komponen yang lainnya sangat kita perlukan keberadaannya.
Aku juga menyadari bahwa semua komponen itu sama-sama pentingnya. Kadang aku bingung.
Aku tidak tahu mana yang seharusnya diutamakan.
Tentang
apa yang ibuku lakukan, aku melihat beberapa keuntungan. Selain mendapatkan
upah uang, Ibuku bisa bertemu dan bercanda dengan ibu-ibu yang lainnya. Itu
adalah hiburan dan sekaligus olah raga bagi ibuku. Hingga saat ini ibuku selalu
sehat dan kuat. Meski ibuku sudah tua dan giginya sudah banyak yang tanggal.
Hanya
saja aku sering berpesan kepada ibuku: “Jangan terlalu memaksakan diri. Jika
sudah capek, maka istirahat. Jangan suka bertengkar dengan ibu-ibu lainnya.
Jika ada masalah pribadi, ingatlah bahwa ibu sudah tua. Ibu adalah panutan bagi
mereka. Ibu-ibu itu masih muda sedangkan ibu sudah tua. Jika mereka masih
banyak salah itu wajar. Mereka yang masih muda, pasti banyak salahnya, mereka
masih dalam tahap belajar. Ibu sudah tua berarti sudah penuh dengan pengalaman (ilmu)
kehidupan.”
Aku
dulu sering mengantar ibuku ke rumah kakakku Suraji di Klaten. Setelah kami bertemu
dan berbicara di ruang keluarga, ibuku pergi keluar rumah. Saat kakakku
bertanya kepadaku tentang ibuku, aku menjawab tidak tahu. Saat itu aku sibuk
bermain dengan keponakanku Izzah.
Waktu
aku keluar rumah, aku melihat ibuku berada di samping rumah. Rupanya ibuku
sedang mencabuti rumput liar. Meski kakak iparku Mbak Indri sering melarang,
ibuku tidak menghiraukannya. Ia tetap mencabuti rumput itu hingga selesai. Itu
menjadi kebiasaan. Setiap kali ke sana ibuku selalu mencabuti rumput di samping
rumah.
Ibuku
tipe wanita pekerja, ia tidak bisa diam dan duduk manis lama-lama. Mencabuti rumput adalah
kegiatan yang menyenangkan baginya. Selain untuk mengusir kebosanan dan mengisi
waktu luang, juga untuk membersihkan lingkungan sekitar. Apalagi kakakku,
keduanya orang yang sibuk dengan pekerjaan. Aku yakin, mereka tidak sempat lagi
membersihkan rumput liar di samping rumahnya. Ibuku tidak keberatan mencabuti rumput
liar.
Beberapa
waktu lalu aku mengunjungi tempat kakakku Edi di Solo. Saat itu aku harus
menunggu jadwal keberangkatan kereta ke Jakarta. Dan kakakku juga sedang sibuk dengan pekerjaannya. Jadi
kami tidak bisa berbicara lama-lama. Saat kakakku pergi untuk sebuah urusan, aku
keluar rumah. Aku melihat pemandangan rumput liar yang berwarna hijau. Sesuatu
yang jarang kutemui akhir-akhir ini. Saat itu hatiku merasa senang. Mataku terasa
nyaman.
Aku
teringat kebiasaan ibuku ketika mengunjungi kakakku Suraji. Ibuku suka
mencabuti rumput liar. Aku terinpirasi untuk mencabuti rumput liar yang menurutku
tidak menarik. Aku melakukannya dengan senang hati. Saat itu aku tidak peduli
dengan orang lain di sekitarku. Aku tahu bahwa kakakku beberapa kali datang dan
pergi. Tetapi aku tidak menghiraukannya. Karena aku tahu bahwa kakakku sedang
sibuk dan ia juga juga. Saat itu aku hanya berpikir tentang kesenangan yang
sedang kulakukan---mencabuti rumput.
Setelah
selesai baru kusadari, jari tanganku terluka. Meski sedikit sakit, tetapi aku
selalu menahannya. Tetapi aku tidak pernah menyesal. Aku juga tidak merasa rugi
dengan apa yang kulakukan. Ini adalah resiko sebuah keputusan untuk kesenangan.
Ketika
teringat apa-apa yang dilakukan ibuku di masa lalu, aku selalu tersenyum. Aku
ini anaknya. Dan aku hanya meniru apa-apa yang telah dilakukannya.
Waktu
aku menceritakan tentang kebiasaan ibuku ini kepada kakakku Edi, ia langsung
mengerti. Aku menyampaikan sesuatu tentang ibuku dimana kakakku tidak tahu.
Penulis: Sri Widodo, ST; Rawamangun, 16 April 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar