Sabtu, 16 April 2016

IBUKU-CERITA DARI DESA



Ibuku seorang petani di desa yang suka bekerja. Di rumah ada saja yang selalu dikerjakannya. Meski sekarang usianya sudah tua. Giginya banyak yang sudah tanggal. Tetapi ibuku masih suka bekerja. Apalagi beberapa tahun terakhir, kalau lagi musim tanam padi, Ibuku sibuk di sawah dari pagi hingga sore hari. Ibuku dan ibu-ibu tetangga lainnya enam atau sembilan orang bekerja sama menanam padi di sawah.

Aku dan bapakku membiarkan ibuku ikut-ikutan ibu-ibu tetangga menanam padi. Apalagi sekarang aku tahu bahwa sangat sulit mendapatkan orang  yang mau menanam padi di sawah. Wanita zaman sekarang lebih suka bekerja dan tinggal di kota. Wanita yang sudah tua lebih suka diam dan  bersantai ria.

Aku tahu bahwa menanam padi adalah pekerjaan berat. Waktu kecil, aku juga pernah melakukannya. Aku melakukannya bersama bapakku, ibuku dan juga saudaraku. Di lahan kami, kami menanam padi sekeluarga. Dari pagi hingga sore hari tersengat sinar matahari. Kulitku jadi hitam. Seluruh tubuhku juga kena lumpur. Rasanya berat dan capek. Lama-lama sakitnya terasa di punggungku. Rasa sakit itu baru hilang setelah berhari-hari.

Sungguh dilema, zaman sekarang. Semakin lama orang semakin bertambah banyak. Sedangkan lahan untuk pertanian semakin sedikit. Lahan pertanian banyak yang telah berubah menjadi perumahan, pertokoan dan atau kawasan industri.

Aku tidak menyalahkan pemerintah atau siapapun. Pertanian, perumahan, pertokoan, kawasan industri dan komponen yang lainnya sangat kita perlukan keberadaannya. Aku juga menyadari bahwa semua komponen itu sama-sama pentingnya. Kadang aku bingung. Aku tidak tahu mana yang seharusnya diutamakan.

Tentang apa yang ibuku lakukan, aku melihat beberapa keuntungan. Selain mendapatkan upah uang, Ibuku bisa bertemu dan bercanda dengan ibu-ibu yang lainnya. Itu adalah hiburan dan sekaligus olah raga bagi ibuku. Hingga saat ini ibuku selalu sehat dan kuat. Meski ibuku sudah tua dan giginya sudah banyak yang tanggal.

Hanya saja aku sering berpesan kepada ibuku: “Jangan terlalu memaksakan diri. Jika sudah capek, maka istirahat. Jangan suka bertengkar dengan ibu-ibu lainnya. Jika ada masalah pribadi, ingatlah bahwa ibu sudah tua. Ibu adalah panutan bagi mereka. Ibu-ibu itu masih muda sedangkan ibu sudah tua. Jika mereka masih banyak salah itu wajar. Mereka yang masih muda, pasti banyak salahnya, mereka masih dalam tahap belajar. Ibu sudah tua berarti sudah penuh dengan pengalaman (ilmu) kehidupan.”

Aku dulu sering mengantar ibuku ke rumah kakakku Suraji di Klaten. Setelah kami bertemu dan berbicara di ruang keluarga, ibuku pergi keluar rumah. Saat kakakku bertanya kepadaku tentang ibuku, aku menjawab tidak tahu. Saat itu aku sibuk bermain dengan keponakanku Izzah.

Waktu aku keluar rumah, aku melihat ibuku berada di samping rumah. Rupanya ibuku sedang mencabuti rumput liar. Meski kakak iparku Mbak Indri sering melarang, ibuku tidak menghiraukannya. Ia tetap mencabuti rumput itu hingga selesai. Itu menjadi kebiasaan. Setiap kali ke sana ibuku selalu mencabuti rumput di samping rumah.

Ibuku tipe wanita pekerja, ia tidak bisa diam dan duduk  manis lama-lama. Mencabuti rumput adalah kegiatan yang menyenangkan baginya. Selain untuk mengusir kebosanan dan mengisi waktu luang, juga untuk membersihkan lingkungan sekitar. Apalagi kakakku, keduanya orang yang sibuk dengan pekerjaan. Aku yakin, mereka tidak sempat lagi membersihkan rumput liar di samping rumahnya. Ibuku tidak keberatan mencabuti rumput liar.

Beberapa waktu lalu aku mengunjungi tempat kakakku Edi di Solo. Saat itu aku harus menunggu jadwal keberangkatan kereta ke Jakarta. Dan kakakku  juga sedang sibuk dengan pekerjaannya. Jadi kami tidak bisa berbicara lama-lama. Saat kakakku pergi untuk sebuah urusan, aku keluar rumah. Aku melihat pemandangan rumput liar yang berwarna hijau. Sesuatu yang jarang kutemui akhir-akhir ini. Saat itu hatiku merasa senang. Mataku terasa nyaman.

Aku teringat kebiasaan ibuku ketika mengunjungi kakakku Suraji. Ibuku suka mencabuti rumput liar. Aku terinpirasi untuk mencabuti rumput liar yang menurutku tidak menarik. Aku melakukannya dengan senang hati. Saat itu aku tidak peduli dengan orang lain di sekitarku. Aku tahu bahwa kakakku beberapa kali datang dan pergi. Tetapi aku tidak menghiraukannya. Karena aku tahu bahwa kakakku sedang sibuk dan ia juga juga. Saat itu aku hanya berpikir tentang kesenangan yang sedang kulakukan---mencabuti rumput.

Setelah selesai baru kusadari, jari tanganku terluka. Meski sedikit sakit, tetapi aku selalu menahannya. Tetapi aku tidak pernah menyesal. Aku juga tidak merasa rugi dengan apa yang kulakukan. Ini adalah resiko sebuah keputusan untuk kesenangan.

Ketika teringat apa-apa yang dilakukan ibuku di masa lalu, aku selalu tersenyum. Aku ini anaknya. Dan aku hanya meniru apa-apa yang telah dilakukannya.

Waktu aku menceritakan tentang kebiasaan ibuku ini kepada kakakku Edi, ia langsung mengerti. Aku menyampaikan sesuatu tentang ibuku dimana kakakku tidak tahu.

Penulis: Sri Widodo, ST; Rawamangun, 16 April 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar