Minggu, 30 Oktober 2016

BELUM TENTU



Aku pernah bertanya kepada bapakku, "Pak lebih cepat mana, antara gerobak A yang didorong 10 orang dan gerobak B yang didorong oleh seorang saja. Ukuran dan bentuk gerobak sama."

Saat itu bapakku dengan tegas langsung menjawab, "Ya jelas gerobak A yang didorong oleh 10 orang."

Lalu aku mengatakan, "Belum tentu. JIka ke 10 orang yang mendorong gerobak itu tidak tahu sama sekali bagaimana (ilmunya) mendorong gerobak, maka gerobak A tidak akan bergerak cepat atau gerakan gerobak tidak akan terarah. Jika ke 10 orang itu mendorong gerobaknya tidak searah, resultan dari gaya-gaya yang mereka keluarkan akan saling meniadakan. Jadi gaya gerak yang dihasilkan dari 10 orang itu hanya kecil sekali. Apalagi jika ke 10 orang itu hanya sibuk bertengkar, mereka tidak segera memulai mendorong, maka gerobak tetap diam. Jika demikian yang terjadi, gerobak B yang didorong satu orang bisa bergerak lebih cepat daripada gerobak A."

Saat itu bapakku hanya diam. Tapi aku yakin bapakku paham. 

Aku menceritakan hal yang demikian, karena aku sering melihat pertengkaran di masyarakat hanya karena urusan kecil. Saat itu aku juga baru saja bertengkar dengan bapakku karena suatu urusan. Aku khawatir bapak masih marah karena persoalan sebelumnya. 

Demikian juga di televisi atau radio, kadang orang-orang hanya mengatakan sesuatu yang dianggapnya paling benar. Padahal itu hanyalah cara/metode saja untuk mencapai suatu tujuan. Mengapa kita tidak memilih salah satu dari cara yang ada dan menerimanya? Kita tidak usah terlalu banyak berdebat bahwa: 'Ini paling baik. Ini paling benar.' Semua itu hanyalah cara saja. Belum tentu baik. Belum tentu juga benar. 

Musyawarah, ya musyawarah. Silahkan! Musyawarah itu dianjurkan/diperintahkan dalam agama.Tetapi jangan lama-lama. Segeralah membuat keputusannya.

SEKOLAH ITU HARUS......!

Waktu aku masih kecil, aku merasa bahwa sekolah itu berat.
Kita harus berangkat tiap hari ke sekolah, duduk untuk berpikir diajar bapak ibu guru. Pusing....!

Saat kelas III SD aku pernah mengatakan kepada bapakku, "Pak, aku tidak ingin sekolah tinggi. Lulus SD sudah berhenti. Aku mau jualan es."

Saat itu aku langsung kena marah. Bapakku bilang, "Tidak...! Kamu harus sekolah tinggi."

Aku tidak tahu, saat itu aku mendengar dari tetangga tentang orang yang bekerja sebagai penjual es di kota.

Sejak saat itu aku tidak pernah bertanya lagi kepada bapakku jika ada masalah. Takut kena marah...

Waktu lulus SD dan mau masuk SMP aku hampir saja tidak bisa sekolah. Gara-gara mau sekolah di SMP Negeri tidak diterima. Pas pengumuman, namaku tidak ada di sana.

Dalam hatiku saat itu aku tidak merasa sedih atau kecewa. Tetapi aku tahu bapak dan saudaraku kebingungan. Bagaimana jika aku tidak sekolah? Atau bisa sekolah tetapi daftar lagi tahun depan.

Beruntung, saudara tertuaku saat itu pulang dari kota. Atas bantuan kakakku itu aku akhirnya bisa daftar di sekolah SMP swasta. Sekolah dimana kakak tertuaku dulu juga sekolah di sana. Aku diterima di sekolah itu di deretan kelas terakhir...

Akhirnya aku sekolah lagi....!
Setelah lulus SMP, aku melanjutkan ke SMA...

Aku sekolah lagi.....!
Setelah lulus SMA, aku melanjutkan kuliah...

Aku sekolah lagi.....!
Saat aku bekerja di perusahaan di Batam, aku sekolah lagi sendiri.
Aku harus belajar banyak tentang elektronika industri dari buku-buku yang dikirim dari Surabaya oleh saudaraku. Saat kuliah aku tidak mendapatkan pelajaran ini.

Saat aku bekerja di warnet, aku sekolah lagi sendiri.
Waktu yang ada banyak kugunakan untuk membaca dunia maya. Aku tahu bahwa ada banyak game dunia maya. Terus terang, aku tidak menyukainya.

Saat aku bekerja di Laundry, aku sekolah lagi sendiri.
Waktu itu pelanggan tidak banyak, jadi aku punya banyak waktu luang. Mainan paling menarik bagiku saat itu --ya buku.

Saat ini aku bekerja di perusahaan di Jakarta, aku sekolah lagi.
Atasanku memintaku untuk mempelajari kota Jakarta. Aku diminta belajar tentang kapal. Pekerjaan kami tentang konsultan dan pengawasan kapal. Ia juga memintaku untuk belajar tentang perpajakan.

Sampai saat ini, alokasi waktuku banyak tersita untuk belajar lagi (membaca). Apalagi semenjak ada banyak teman-teman di Facebook. Kalau mau dapat sumber informasi yang bagus, aku harus banyak membaca.

Benar kata bapakku dulu, "Kamu harus sekolah tinggi."
Sekolah itu harus...!

PINDAH TUGAS



Waktu saya sedang menunggu untuk shalat dhuhur, terdengar suara yang tidak asing bagi saya. Ia seorang pensiunan tentara dengan pangkat terakhir Mayor. Saya langsung teringat 'oh pak ini (A) pindah tugas lagi ke sini.'

Saya sudah mengenal Pak A beberapa bulan yang lalu. Biasanya ia datang ke masjid bersama cucunya dengan membawa tongkat terbuat dari logam untuk kekuatan. Kalau shalat biasanya ia duduk. Ia pernah mengatakan kepada saya bahwa fisiknya sudah tidak kuat jika shalat berdiri. Sesekali ia menyuarakan adzan di masjid. Saat saya datang kadang saya membantunya mengembalikan mic ke tempat semula. Pak A ini agak sulit untuk bergerak.

Beberapa bulan terakhir saya tidak lagi melihat Pak A. Dulu ia pernah berkata akan pulang ke rumahnya di Periok. Saya tidak tahu dimana itu, tapi bayangan saya di Tanjung Periok.

Pak A pernah berkata kepada saya bahwa ia tinggal di rumah anaknya di dekat masjid untuk momong cucu. Memang benar, saya melihat ia sangat akrab dengan cucunya yang masih TK. Kalau ke masjid biasanya cucunya juga ikut. Cucunya itu duduk di sebelahnya.

Hanya saja ia tidak setiap saat momong cucu. Ia harus berbagi jadwal dengan besannya Pak B. Dalam bulan ini saya selalu bertemu Pak B ketika shalat. Kadang Pak B ini ditunjuk sebagai imam shalat. Selama ini saya belum pernah melihat cucunya ikut Pak B. Tapi menurut saya itu bisa terjadi.

Saya mengenal Pak B juga tetapi saya tidak pernah bicara. Beliau seorang pendiam. Saya hanya tahu bahwa ia seorang pensiunan guru. Itupun bukan informasi langsung, tetapi informasi dari orang lain.

Sebenarnya saya mengenal Pak B lebih dahulu. Tetapi ya itu hanya tahu saja. Termasuk dimana ia tinggal. Suatu saat Pak B menghilang dan saya tidak kemana. Saya berpikir bahwa ia sudah pergi dan tidak kembali.

Saya baru tahu cerita yang sebenarnya dari Pak A, bahwa Pak B itu adalah besannya. Mereka berbagi jadwal kunjungan untuk momong cucu mereka.

Saat Pak A mengajak saya untuk salaman, saya sangat senang. Dalam hati saya berkata, "Selamat datang Pak. Pindah tugas lagi.....!"

NASEHAT IBU



Seorang teman di Facebook sebelah menuturkan cerita di inbox saya. Ia seorang wanita yang sudah bersuami. Usia 31 tahun dan menikah selama 8 tahun. Ia menjadi penjahit (belajar sendiri) segala pakaian di rumahnya sendiri. Saya pernah bertanya. Wanita ini tidak pernah merasa menderita karena mematuhi nasehat ibunya. Berulangkali saya mengatakan 'Salut' kepadanya. Apa yang dia ceritakan selalu baik. 

Menurut saya ini sangat menarik untuk diketahui banyak orang. Tidak biasanya. Lalu saya terinspirasi untuk memuatnya di wall saya. Mudah-mudahan ini menjadi pelajaran juga bagi teman-teman yang lainnya. Terutama bagi anda kaum wanita. Bisakah kalian seperti wanita ini?

Sebenarnya pembicaraan kami sangat panjang.Jika dimuat semua terlalu banyak. Lalu saya hanya mengutip sebagian yang saya anggap penting.

Berikut penuturan Fulan Y dalam inbox saya:

Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya melakukan apa yang menurut saya benar. Dengan bekerja di rumah seperti ini. Sesibuk apapun saya, saya masih bisa melayani suami ketika beliau di rumah. Saya bangga bisa menyiapkan secangkir kopi sebelum beliau bangun. Bisa ambilkan makan tiap waktunya beliau makan. Bisa siapkan pakaiannya ketika beliau mandi. Saya bahagia dengan itu.

Satu lagi nasehat ibu yang masih saya ingat dan pegang kuat sampai sekarang adalah "Sesukses sukses nya perempuan. Sehebat hebatnya dia. Di dalam rumah tangga tetaplah seorang istri. Janganlah melampaui batasanmu. Ada suami yang tetap akan memimpin.”

Keluarga kecil kami dulu pernah melalui masa sulit. Bertahun-tahun suami saya tidak bekerja. Jadi untuk semua urusan dari hasil kerja saya. Tetapi alhamdulillah kami tidak pernah bertengkar sekali pun. Karena bagi saya tidak masalah dari sisi mana rezeki itu datang. Saya hanya berdoa setiap saat semoga pintu rezeki suami di buka. Dan alhamdulillah. Akhirnya allah menjawab doa saya.

Dalam masa sulit itu insyaallah saya yakin saya tidak melupakan kewajiban saya untuk melayani suami.

Ketika saya berada dalam keadaan ekonomi sulit saya tetap berusaha dan diam. Saya tidak mau mengeluh kepada suami. Saya tidak ingin membuat nya bersedih. Karena dengan belum mendapatkan pekerjaan itu sudah menjadi beban buat beliau.

Senin, 25 April 2016

KENAPA KITA HARUS MEMULIAKAN ANAK YATIM?



Suatu ketika temanku Akhmad Karnandi bertanya kepadaku, “Kenapa dalam Islam, kita harus memuliakan anak yatim?” Saat itu aku tidak tahu bagaimana menjawabnya. Mengenai --memuliakan anak yatim--, itu bukan masalah lagi bagiku. Aku tidak akan lagi bertanya: “Kenapa?” Sebagai seorang muslim, panutan kita adalah Rasulullah SAW. Beliau memerintahkan kita untuk memuliakan anak yatim, maka kita harus berusaha mentaatinya. Seperti yang sering kita dengar ketika kita akan shalat; ‘Kami mendengar dan kami taat.’

Tetapi setelah peristiwa itu, di malam hari, pikiranku tidak mau berhenti. Aku terus gelisah dan mencari beberapa alasan yang dulu pernah kutemukan. Yaitu jawaban tentang: Mengapa dalam Islam, kita harus memuliakan anak yatim? 

Akhirnya aku menemukan lagi tiga alasan, dan inilah di antaranya:
  1. Dalam beragama itu adalah masalah kepercayaan dan keyakinan. Apapun yang diperintahkan dalam agama, kita harus mempercayainya. Kita harus meyakininya dan kita harus mematuhinya. Kita berusaha menjalani apa yang diperintahkan dalam agama. Dan kita berusaha menjauhi apa larangan yang ada di dalamnya. Kami mendengar maka kami taat. Begitulah. Kita tidak terlalu banyak berpikir dan bertanya: ‘Kenapa saya harus lakukan ini?’ dan ‘Kenapa saya harus lakukan itu?’ Kita tidak bertanya lagi: ‘Kenapa kita tidak boleh begini?’ dan ‘Kenapa kita tidak boleh begitu?’ 
  2. Rasulullah SAW terlahir sebagai anak yatim. Beliau sangat tahu bagaimana penderitaan sebagai seorang anak yatim. Karena itu sebagai pengikutnya, kita diperintahkan untuk memuliakan anak yatim. Anak yatim adalah anak yang sangat membutuhkan kasih sayang dari orang lain.
  3. Dalam suatu keluarga secara umum ayahlah sebagai tulang punggung keluarga. Ayah bekerja di luar dan mendapatkan imbalan uang. Sedangkan ibu mengurus pekerjaan di rumah, tetapi tidak mendapatkan uang. Ketika seorang ayah meninggal, maka otomatis keluarga itu menjadi miskin. Keluarga itu tidak lagi mendapatkan uang atau penghasilan. Jadi anak yatim adalah anak yang paling lemah dan paling miskin (menderita).
Di esok hari, kukatakan tentang ketiga hal ini kepada temanku. Lalu temanku bercerita tentang tetangganya di Palembang yang peduli dengan anak yatim. Tetangganya itu seorang PNS. Di rumahnya tinggal beberapa anak yatim yang masih kerabatnya sendiri. Ia menanggung semua kebutuhan sehari-hari anak yatim itu dan juga menyekolahkannya. Sekarang anak-anak itu sudah tumbuh dewasa. Mereka telah bekerja mandiri dan juga berkeluarga. 

Rupanya temanku telah menemukan jawaban atas masalahnya yang ditanyakannya kepadaku tanpa sengaja. Mengapa kita harus memuliakan anak yatim? Temanku berkata: “Jika tidak ada orang yang peduli (mengasihi), anak yatim itu akan menjadi nakal. Kelak anak itu dewasa lalu menjadi penjahat. Menjadi perampok atau pencuri.”

Menurutku perkataan temanku itu ada benarnya. Anak-anak sangat memerlukan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Apalagi anak-anak yatim, mereka juga memerlukan seorang  panutan sebagai pengganti figur ayahnya. Perkataan temanku itu menjadi jawaban yang ke-4 dari pertanyaan: “Mengapa dalam Islam, kita harus memuliakan anak yatim?”